Alat Pemotong Kentang Dadu Slicer Pemotong Buah Sayur Serbaguna

  • News

    @perabot.modern

    Penggorengan udara tanpa Minyak Anti Lengket

    ♬ suara asli - samsulhadi

    Gempa & Tsunami Dahsyat Mengintai dari Patahan Dasar Laut Banda

    Di Laut Banda, terdapat amblasan patahan raksasa seluas 60 ribu kilometer persegi yang disebut Detasemen Banda. Sebelumnya, daerah ini juga dikenal sebagai Palung Weber.

    Bentang alam dan keanekaragaman hayati wilayah Indonesia bagian timur telah lama menarik minat para ilmuwan dunia untuk datang dan meneliti. Tidak terkecuali hamparan laut yang menyimpan harta karun informasi di bidang oseanografi.

    Laut Banda adalah salah satunya. Terletak di Kepulauan Maluku, tepatnya Maluku Tengah, laut Banda memiliki luas sekitar 470.000 kilometer persegi. Dari Samudera Pasifik, ia terpisahkan oleh pulau dan lautan seperti Pulau Ambon, Maluku dan Buru serta Laut Seram dan Halmahera. Di bagian selatan, terdapat Pulau Wetar, Babar, Alor, Timor dan Tanimbar. Di bagian timur terdapat Pulau Aru dan bagian barat ada Pulau Wakatobi.

    Ekspedisi Snellius (1929-1930) (PDF) pimpinan P. M. van Riel yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda ketika itu berhasil memetakan kondisi dasar laut Banda. Salah satu temuan yang kemudian terkenal adalah palung laut sedalam 7.440 meter dengan luas 50.000 kilometer persegi. Tim ekspedisi Snellius menamainya Palung Weber. Ditemukan pula Lubuk Banda Utara (kedalaman 5.800 meter), Lubuk Banda Selatan (5.400 meter), dan beberapa lainnya.

    Jika palung curam layaknya jurang, lubuk berbentuk cekungan mirip kubangan yang sangat luas dan punya titik terdalam.

    Pada 1951, Ekspedisi Galathea (PDF) yang berisikan para peneliti asal Denmark melakukan penelitian di Laut Banda. Dari hasil penelitian dan pengambilan sampel dari kedalaman 7.280 dan 6.580 meter di Palung Banda, ditemukan berbagai koleksi teripang, cacing, krustaseae, dan hewan-hewan lainnya yang hidup dalam gelapnya palung laut.

    Perairan bagian timur Indonesia memang punya bentang topografi dasar laut yang kompleks. Lempeng Pasifik terus bergeser ke arah barat dan membentur Pulau Halmahera dan Sulawesi membuat muka dasar laut menampilkan wajah laut dangkal, palung, hingga gunung api bawah laut.

    Para peneliti terus berusaha menguak sebab dan potensi keberadaan palung sedalam lebih dari tujuh kilometer di Laut Banda itu. Akhirnya, penelitian gabungan dari Australia dan Inggris mengungkap informasi penting lainnya mengenai palung tersebut yang masih punya kaitan dengan potensi gempa dan tsunami.
    Infografik Patahan besar palung banda




    Patahan Besar di Laut Banda

    Pada 2016, analisis tim peneliti dari Australian National University (ANU) dan geolog Department of Earth Sciences Royal Holloway University of London berhasil menyibak keberadaan patahan atau sesar yang ukurannya mungkin terbesar di dunia. Analisis tersebut juga menghasilkan hipotesis tentang asal-usul aktivitas pembentuk Palung Weber.

    Palung laut, atau yang biasanya disebut paritnya samudra, biasanya terbentuk selama subduksi dua lempeng tektonik. Palung Weber termasuk unik dan tak lazim. Pada umumnya, palung cenderung membentuk sebuah parit dengan ceruk ke dalam menyerupai huruf v. Namun, Palung Weber ini juga berada di area lembah cekungan raksasa dengan bentuk seperti busur mengikuti pola muka formasi Busur Banda. Maka, daerah ini sekaligus juga disebut sebagai Lubuk Weber.

    Para ahli geologi dalam tim gabungan tersebut menganalisis peta batimetri (topografi bawah laut) wilayah Laut Banda di Samudra Pasifik. Mereka menemukan bahwa batu-batuan dasar laut itu tampak dipotong oleh ratusan bekas sayatan paralel lurus.

    Olah simulasi dasar laut menunjukkan bahwa potongan besar pada titik tertentu tampak tercabik-cabik oleh sesar di lempeng samudera sehingga membentuk amblasan yang mendalam di dasar laut. Para peneliti kemudian menjuluki area tersebut "Detasemen Banda".

    Dilansir dari Science Alert, ketika terbentuk di kerak bumi, sebuah patahan membentuk dua struktur utama; bidang patahan yang merupakan permukaan datar dari suatu patahan, dan garis patahan yang tak lain adalah persimpangan bidang patahan dengan permukaan tanah.

    Selain itu, analisis lebih lanjut menunjukkan, ratusan bekas sayatan paralel lurus yang menabrak bebatuan di dasar laut itu menunjukkan kemungkinan bahwa palung terbentuk ketika sepotong kerak yang lebih besar dari wilayah Belgia atau Tasmania robek terpisah 120 kilometer sepanjang celah sudut yang lebih rendah.

    Simulasi dari tim peneliti menunjukkan bahwa bidang patahan Detasemen Banda terpapar di atas area seluas 60.000 kilometer persegi. Bahkan saat tim tersebut berlayar di wilayah laut Banda, mereka mengidentifikasi bentang alam yang menonjol di air sebagai bentuk dari bidang patahan Detasemen Banda.

    "Saya tertegun untuk melihat bidang patahan yang dihipotesiskan. Kali ini bukan di layar komputer, tetapi menyembul di atas ombak," kata Jonathan Pownall selaku peneliti utama dari ANU. "Penemuan ini akan membantu menjelaskan bagaimana salah satu wilayah laut terdalam bumi menjadi sangat dalam jaraknya."

    Penelitian bersama antara geolog Jonathan M. Pownall, Robert Hall, dan Gordon S. Lister ini diterbitkan di jurnal Geological Society of America dengan judul "Rolling open Earth’s deepest forearc basin" (2016).

    Bagi Pownall, penemuan patahan Detasemen Banda membantu proses mitigasi atas bahaya tsunami dan gempa bumi seandainya patahan atau sesar tersebut bergerak secara masif.

    Dalam catatan sejarah, gempa bumi besar dan tsunami yang bersumber dari sekitar perairan Banda memang pernah terjadi.

    Pada 1 Agustus 1629, misalnya, sebuah gempa besar megathrust dengan magnitudo 9,2 menyebabkan tsunami setinggi 15 meter menerjang Kepulauan Banda. Gempa besar 1629 juga dirasakan sampai Ambon meski daerah tersebut tak diterjang tsunami. Gempa susulan terus terjadi hingga sembilan tahun setelahnya. Dugaan para peneliti, gempa bersumber dari Palung Seram. Gempa megathrust sendiri adalah gempa yang berasal dari zona tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

    Tsunami setinggi 80 hingga 100 meter juga pernah terjadi setelah gempa dangkal di laut Banda pada 1674. Kala itu, jumlah korban jiwa di Ambon mencapai 2.243 orang.

    Sekitar 67 persen tsunami terjadi di Indonesia timur yang salah satunya berada di sekitar laut Banda. Lantas, bagaimana jika Palung Weber kelak akan bergerak masif dan memunculkan gempa serta tsunami?

    Dengan bantuan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), para peneliti Indonesia dari Institut Teknologi Sepuluh November pernah melakukan studi tentang perkiraan dampak tsunami di sekitar Palung Weber (PDF).

    Menurut penelitian tersebut, bila terjadi gempa yang bersumber pada aktivitas di Palung Weber, daerah paling awal yang terkena gelombang tsunami adalah Seram Bagian Timur. Gelombang tsunami kemudian menjalar sampai sekitar wilayah Maluku. Gelombang besar diperkirakan menyapu daerah sekitar Kabupaten Tual dengan ketinggian 7,71 meter. Perbedaan tinggi gelombang dan penjalaran gelombang masing-masing dipengaruhi oleh batimetri dan jarak episenter gempa.

    Melihat berbagai hasil penelitian mengenai potensi gempa besar dan tsunami dari dasar laut Banda, tidak ada salahnya pemerintah segera melakukan mitigasi bencana guna mempersiapkan segala kemungkinan agar jumlah korban jiwa bisa ditekan sekecil mungkin.

    Sumber: tirto.id

    Tidak ada komentar

    Post Bottom Ad

    ad728